Sabtu, 02 Juni 2012
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
- Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
- Unsur pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
- Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
- Pajak Negara
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari
2.Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008
3.Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
4.Bea Materai
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
5.Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
Pajak Provinsi terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan; dan
Pajak Rokok.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
- Undang - undang Perpajakan Negara
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
- Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
- Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2.Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3.Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
- Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
- Penerimaan Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
Pajak Penghasilan (PPh) Rp198,22 triliun
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp126,76 triliun
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp15,67 triliun
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp5,06 triliun
penerimaan pajak lainnya Rp2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp36,1 triliun, bea masuk Rp17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp398,1 miliar.
Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai Rp1.040 triliun.
Pajak
Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
- Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
- Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
- HUKUM PERPAJAKAN
Pajak merupakan lapangan hukum yang utama. Soal pajak adalah soal negara berarti bahwa menyangkut seluruh rakyat yang berada di wilayah Republik Indonesia. Hukum pajak belum lama menjelma menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan tersendiri yang berarti bahwa hukum pajak itu menjadi sumber inspirasi baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat popularitas.
Sehubungan dengan perubahan struktur masyarakat maka hukum perpajakan Indonesia mengalami perubahan-perubahan dan disesuaikan dengan jiwa baru atau jiwa reformasi dalam era globalisasi dunia, karena itu maka hukum perpajakan Indonesia bukan saja penting bagi pendidikan akan tetapi perlu mendapat perhatian khusus dari para pemimpin rakyat dan politisi.
Arti hukum perpajakan
Hukum pajak disebut juga hukum fiscal yang berarti adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Hukum perpajakan merupakan bagaian dari hukum public yang mengatur hubungan-hubungan antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak.
Tugas hukum perpajakan
Menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum itu. yang penting disini adalah tidak boleh diabaikan latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat.
Luasnya hukum perpajakan erat hubungannya dengan klehidupan masyarakat terutama dibidang kehidupan ekonomi dalam masyarakat, maka peraturan-peraturan perpajakan sering berubah-ubah atau mengharuskan perubahan-perubahan peraturan pajaknya. Artinya cara pengatran pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai reaksi dari perubahan dalam kehidupan ekonomi masyarakat itu.
Devinisi hukum perpajakan
Menurut Prof . Dr. Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak sesuai peraturan-peraturannya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk serta kegunaannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengertian diatas tersebut adalah :
Memasukkan pajak dianggapnya suatu keharusan dalam arti yang luas, disamping itu devinisi ini dititik beratkan pada fungsi budgetair sedangkan pajak masaih mempunyai fungsi lain yaitu fungsi mengatur.
Yang dimaksud dengan tidak mendapat pretasi kembali dari negara adalah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran itu sendiri, prestasi seperti hak untuk mempergunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak kepolisian dan TNI.
Sudah barang tentu diperoleh dari para pembayar pajak itu, akan tetapi diperolehnya itu tidak secara individual dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu sendiri, buktinya orang yang tidak membayarpun dapat mengenyam kenikmatannya.
Menurut Prof DR. Suparman Sumahamijaya
Didalam desertasinya “Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong” yang dibuat di UNPAD pada tahun 1964 menyebutkan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menuntut biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dikesimpulkan yang dari pengertian diatas tersebut adalah :
- Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta peraturan pelaksanannya
- Dalam pembayaran pajak, tidak ada ketentuan untuk mendapatkan prestasi individu atau perorangan oleh pemerintah
- Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah
- Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintahan yang bila dari peasukannya masih terdapat surplus maka dipergunakan untuk membiayai kepentingan umum (public interest)
- Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgetair yaitu mengatur bagaiman pajak itu dibayar.
Prof.Dr.Rohmat Soemitro, S.H, didalam bukunya berjudul “Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan” isinya sebagai berikut :
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdsarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tidak mendapatkan kontra prestasi atau jasa timbal yang langsung,dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Penjelasan tentang defenisi tersebut diatas adalah sbb:
- Dapat dipaksakan artinya bila hutang itu tidak dibayar maka dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan,melalui surat paksa dan surat sita serta dilakukan penyanderaan. Yang dimaksud dengan kontraprestasi berarti tidak mendapatkan prestasi dari pemerintah.
- Pajak adalah pweralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya (kelebihannya) digunakan kepentingan public/persediaan untuk kepentingan public
Prof. DR. Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum,yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Dalam hal ini smets mengakui bahawa defenisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja,dan kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada defenisinya.
Sistem perpajakan yang lama tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia, baik dari segi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional, maka peran pajak sangat penting bagi subjek pajak karena penerimaan pajak dalam negeri sangat dibutuhkan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nsaional. Oleh karena itu pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang tata cara pemungutan pajak, dan juga Undnag-undang Nomor 17 tahun 2000 sebagai pengganti dari Undag-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang PPh.
Karakteristik dan prinsip dari pemungutan pajak adalah sbb:
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dan maupun peran serta warga negara dan angoota masyarakat (wajib pajak) untuk membiayai keperluan pemerintah dan pembangunan nasional.
Anggoata masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mebayar dan melapor sendiri pajak yang terhutang (self assesment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakn dengan lebih mudah,tertib dan terkendali.
Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri. Pemerintah dan pengawasan serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak,berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan itu.
Kesimpulan:
Disimpulan, bahwa dalam sistem pemungutan pajak ini, fiskus memberi kepercayaan yang lebih besar kepada anggota masyarakat wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hakdan kewajiban perpajakan bagi masyarakat wajib pajak lebih diperhatikan, sehingga dapat merangsang peningakatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat.
Pengertian-pengertian:
Wajib pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-unjdangan perpajakan di tentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.
Badan adalah perseroan terbatas,BUMN atau BUMD dalam bentuk apapun, persekutuan,perseroan atau perkukmpulan lainnya seperti: firma,kongsi,perkumpulan kopersasi,yayasan atau lembaga dan bentuk usaha yang lain yang tetap.
Surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan UU No.19 tahun 2000 tentang penagihan pajak negara dengan surat paksa
Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang. Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwimatau tahun kalender.
Wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun takwim selama 12 bulan hal ini harus dilaporkan kepada Dirjen pajak setempat. Ketentuan tersebut dapat dilaksanakan apabila telah disetujui oleh Dirjen pajak.
Tahun pajak sama dengan tahun takwim atau sama dengan tahun kalender dimulai 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, hal ini berarti pembukuan dimulai 1 anuari 2008 dan berakhir 31 Desemberd 2008 (disebut juga tahun pajak 2008).
Tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim
- 1 uli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009
Pembukuan dimulai dari 1 Juli 2008 dan berakhir pada 30 Juni 2009 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2008 maka disebut tahun pajak 2008
- 1 April 2008 sampai dengan 30 Maret 2008
Pembukuan dimulai 1 April 2008 dan berakhir pada 30 Maret 2009 disebut juga tahun pajak 2008 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2009
Hukum pajak termasuk hukum public
Hukum pajak adalah sebagian dari hukum public dan meruakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungangan antara penguasa dan warganya, artinya ketentuan yang memuat cara-cara, mengatur pemerintah.
Yang termasuk kedalam hukum publik :
- Hukum Tatat Negara
- Hukum Pidana
- Hukum Administratif
Hukum pajak merupakan anak bagian dari hukum administrative, meskipun ada yang menghendaki agar hukum pajak diberikan tempat tersendiri disamping hukum adminuistratif yang diartikan sebagai otonomi hukum pajak karena hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain daripada hukum administrative yaitu hukum pajak dipergunakan juga sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, selain itu hukum pajak pada umumnya mempunyai tata tertib dan istilah tersendiri untuk lapangan pekerjaannya.
Hunungan hukum pajak dengan hukum perdata
Hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar orang-orang pribadi, dimana hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya, ini berarti bahwa kebanyakan hukum pajak mencari dasar pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkup perdata seperti:
- Pendapatan
- Kekayaan
- Perjanjian atau penyerahan
- Pemindahan hak karena warisan
Penerimaan Negara
BEA dan CUKAI
Pada hakekatnya bea dan cukai termasuk pajak tidak langsung dan merupakan pungutan pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)
BEA
Bea masuk yaitu dipungut atas barang yang dimasukan kedalam daerah pabean berdasarkan harga nilai barang tersebut atau berdasarkan tariff yang sudah ditentukan.
Bea keluar yaitu dikenakan atas sejumlah barang yang dikeluarkan keluar daerah pabean berdasarkan tariff yang sudah sitentukan bagi masing-masing golongan barang, bea ini sekarang sudah tidak dilaksanakan lagi dan sekarang diganti dengan “pajak export tambahan”.
CUKAI
Yaitu pungutan yang dikenakan atasa barang-barang tertetu berdasarkan tariff yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu.
Contoh : rokok, minuman keras, dsb.
RETRIBUSI
Yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara langsung dan nyata kepada pembayar.
Contoh : retribusi parker, retribusi jalan tol, dsb.
IURAN
Yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.
Contoh : iuran sampah, iuran keamanan, dsb.
“Dalam prakteknya tidak ada perbedaan yang tajam antara pemberian jasa atau fasilitas kepada individu atau kelompok sehingga terdapat istilah retribusi dan iuran”.
SUMBANGAN
Yaitu pungutanyang tidak termasuk kedalam retribusi dan iuran dengan demikian pungutan yang dilakukan tidak jelas nampak ada diberikan suatu balas jasa atau fasilitas sebagai imbalannya.
Contoh ; sumbangan wajib.
Label:PKN
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Profil Saya
My Other Blog
Label
All About Blog
Aneh Sekali
App Inventor Tutorial
Biologi
DMO / GDMO Guide
Elektronika
Fisika
Geografi
Handphone
Humor
Menghasilkan uang
Microsoft Office Tutorial
Modem
Pengalaman Pribadi
Penyakit
Performa Komputer
PKN
Program
Seputar Proklamasi
Setting APN
Sistem Digital
Teorema Matematika
TIK / Ilmu Komputer
Waspada Situs Penipu
Web Browser
Website
0 komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komentarmu